Sabtu, 07 Juli 2012

Cerbung - Simulasi Jadi Stimulasi

written by : F.A. Triatmoko H.S


Selama menjadi utas, keadaan belum aman sebelum kami belum memiliki nama angkatan. Agit-agit masih sering berkeliaran di lantai 3, sengaja menyebarkan aroma ketakutan diantara kami semua atau sekedar iseng mencari utas yang cantik.

Setelah kami menjadi Trabalista, barulah mereka agak jarang menyambangi kami. Ketakutan kami pun mulai berkurang. Mereka baru akan dengan senang hati naik hanya jika terjadi hal-hal khusus di lantai 3. Dan hari itu, terjadilah..

--

Selepas tubir pertama, secara tak sadar kami pun jadi senang hal-hal yang berbau keributan. Salah satu wujudnya adalah dengan perang-perangan antar kelas. Kalau dilihat, menjadi semacam simulasi tubir.

Simulasi ini sendiri akan melibatkan kelas kami, CLEPPTO dengan kelas sebelah, yang menyebut dirinya SHABU SHABU (katanya, singkatan dari SHAtu B Unik SHAtu B Ucul). Tentunya, simulasi ini hanya akan diikuti oleh pria-pria dari kedua kelas, tanpa adanya para wanita.

Beberapa lelaki kelasku sudah bersiap, begitu pula lelaki kelas sebelah. Kapur tulis lengkap dengan bungkusannya dan penghapus papan tulis, sudah siap di genggaman kami. Kelas sebelah pun siap dengan persenjataan serupa. Tenaga ekstra sudah juga disiapkan untuk menjalani simulasi.

Saatnya tiba juga. Jejaka dari kedua kelas pun saling maju perlahan dengan tatapan ganas hendak membunuh. Kapur sudah siap dilontarkan. Tangan-tangan sudah siap untuk menarik badan lawan. Penghapus papan tulis sudah siap untuk mendandani siapapun personil lawan yang berhasil ditawan.

Dan simulasi pun dimulai.

Kapur-kapur yang telah dipatahkan kecil-kecil, beterbangan kesana kesini. Menghantam tembok. Menimpa wajah atau badan siapapun yang dilemparinya. Tangan-tangan mulai menggapai-gapai, mencoba menarik siapapun yang kala itu akan bernasib sial. Kadang kalau sukses, seorang yang sial tersebut akan merasakan dandanan spesial ala 70. Celana abu-abunya akan penuh dengan coretan kapur. Wajah,baju, rambutnya akan berlumuran debu-debu kapur dari penghapus papan tulis. Bahkan, kancing baju pun akan dicopot-copoti. Dan kalau kami sedang garang, si sial itu akan mendapati dirinya sedang coba ditelanjangi.

Seru sekali saat itu, sampai terjadilah suatu hal: salah seorang teman kami ada yang melemparkan sebuah kardus bekas yang basah.

Bak orang yang akan jatuh (namun belum tertimpa tangga), kami pun akan segera jatuh, saat kardus basah tersebut melayang ke udara dan jatuh di lantai 2.

Ya, lantai 2 berarti lantainya AGIT!

Kericuhan yang tercipta selama beberapa menit itu, seketika mulai padam. Kami, dengan jantung berdegup keras, berebutan berlari masuk ke dalam kelas. Saat itu sudah terbayang dalam benak kami: akan ada agit yang naik, mengomeli, dan memberikan tamparan mesra di pipi kami.

Dan benar.

Beberapa agit sudah terlihat berjalan menuju depan kelas kami dengan tergesa. Wajah mereka datar. Mata mereka menatap tajam dan seperti siap menusuk mata kami.

Sesampainya di depan pintu kelas,
"UTAS!!"
Kami seperti tersambar kena petir tiba-tiba. Seluruh kelas terdiam. Cowok-cowok di kelas kami tertunduk. Ketakutan menggelayut diantara kami. Kami mencoba pura-pura tidak tahu apa yang terjadi, dan berharap agit itu akan memaafkan kami.

Tapi kami gagal. Kami pun berdiri dan bergerak meunuju agit yang terlihat sedang naik pitam itu.
"PLAK!"
"PLAK!"
"PLAK!"
"PLAK!"
"PLAK!"
"PLAK!"
Satu persatu, anak cowok kelas kami mendapat hadiah dari agit. Mungkin balasan atas hadiah yang kami kirimkan sebelumnya.
"Jangan ulangi lagi!", ujar sang agit sambil beranjak pergi.

Kami mulai berani keluar kelas sambil terus mengelus-elus pipi bekas tamparan agit itu. Anak-anak dari kelas sebelah juga mulai terlihat keluar dari persembunyiannya, selepas agit itu turun. Mereka, tampaknya kasihan dengan kami, namun juga terlihat tertawa kecil. Penyebabnya, ternyata mereka tak mendapati tamparan yang sama seperti kami. Hanya kamilah yang hari itu sedang tak hoki.

Tapi paling tidak, kami belajar hal baru hari itu. Lain kali, kami harus lebih hati-hati jika mau bersimulasi, jangan sampai ada apapun yang bisa menstimulasi agit-agit untuk mampir dan melukisi pipi kami.


~ salah satu yang agit yang kuingat menampari kami, adalah seorang dengan rambut agak botak, kulit putih, dandanan lebih gaul daripada agit yang pernah menampari kami dulu, dan berbibir merah.
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar