Sabtu, 07 Juli 2012

Cerbung - Kilab-Kilab id Hujut Hulup

written by : F.A. Triatmoko H.S.

Selain budaya "jejer-jejeran", 70 juga memiliki budaya lain. Yang cukup terkenal adalah karena penggunaan asahab kilab. Hah, apa itu?

Coba dua kata itu dibalik cara membacanya.

Yak, bahasa balik. Kami, siswa-siswi 70 seringkali membalik bahasa-bahasa yang digunakan. Alasan yang paling mungkin pemakaian bahasa balik ini, (mungkin) selain karena trend, adalah untuk merahasiakan suatu pesan.

Kata balik pertama yang kuketahui adalah "utas"; berasal dari kata "satu", dan digunakan untuk menyebut siswa-siswi kelas satu. Kelas dua disebut sebagai "aud", dan kelas tiga sebagai "agit". Selanjutnya, Aku belajar banyak kata baru, seperti urug, autek, alig, rudit, alob, teksab, nakam, tubir, rotom, dsb.

Namun, menurut analisaku, tak semua kata bisa dibalik dengan sembarangan, contohnya adalah kata pulang. Pulang tidak bisa dibalik menjadi gnalup, namun menjadi ngalup. NG dalam kata pulang, tetap dibaca NG dalam kata gnalup. Selain itu, kata-kata yang berakhiran J atau C, juga tidak bisa dibaca sembarangan. Kata jejer dan cabut, tidak bisa dibaca sebagai rejej atau tubac, namun dibaca sebagai rejes dan tubas. Atau kata cowok dan cewek, dibaca sebagai kowos dan kewes.

Awal-awalnya, Aku merasa kesulitan dalam mempraktikkan bahasa itu. Sekali, dua kali, tiga kali, berkali-kali Aku mencoba menggunakannya. Lama-lama, lidahku pun telah terbiasa dengan bahasa balik tersebut.

Nayamul, tawel asahab kilab ini, Uka idaj ratnip malad naupmamek kitsiungil. Itap, malam ini, Uka tilus ilakes silunem seton ini, anerak hadus amal kadit kitkarp, nad amuc asib silunem tikides tamilak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar